Kasih sayang dan perhatian dapat mengurangi risiko penyakit jantung, demikian hasil studi yang dilakukan di Amerika. Benar, lho! Hal itu dapat dijelaskan secara ilmiah. Menurut Janice Kiecolt-Glaser, PhD, dosen dan Direktur Kesehatan Psikologi di Ohio State University College of Medicine, kasih sayang dapat menjaga hormon stres tetap rendah. Kalimat-kalimat manis dan kehangatan juga dapat mengurangi beban keseharian.
Studi ini menunjukkan bahwa bahasa mempengaruhi tingkat cortisol yang merupakan hormon pengendali stres yang mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi akan meningkatkan stress. Menurut Kiecolt-Glaser, wanita cenderung memiliki cortisol yang lebih tinggi dibanding pria.
"Dengan tingkat cortisol tinggi (2-3 kali normal), wanita memiliki kecenderungan cerai setelah 10 tahun pernikahan," katanya. Sebenarnya hal ini masih merupakan kesimpulan kasar, tetapi percaya atau tidak, dalam studi yang dilakukan selama sepuluh tahun itu terbukti bahwa wanita dengan cortisol tinggi bisa cerai lebih dari dua kali. Hmm...
Tingkat cortisol pada pria tidak seperti yang diduga. Pria memiliki respons yang lebih lambat, lama dan pendek terhadap masalah-masalah yang diterimanya, termasuk masalah pernikahan. Mungkin karena sikapnya yang lebih cuek dibanding wanita.
Direktur Center for Relationship Therapy di Atlanta, David Woodsfellow, mengatakan bahwa masalah pernikahan memang dapat meningkatkan stres, baik pada pria maupun wanita. "Oleh sebab itu, untuk meredam masalah pernikahan, ada baiknya apabila pasangan mempertahankan komunikasi yang baik," kata Woodsfellow.
Menurutnya, setiap orang memang memiliki pandangan dan prinsip berbeda-beda, tetapi mereka harus mulai menanggalkan ego dan sifat buruk masih-masing begitu bersatu dalam ikatan pernikahan. "Setelah menikah, Anda harus rela berbagi makanan, malam, kesibukan, liburan dan ranjang! Kalau dilakukan dengan baik, hal itu dapat mengurangi beban stres," kata Woodsfellow.
Kendati urusan umur ada di tangan Tuhan, tetapi secara medis, tingkat stres yang rendah bisa mengurangi risiko terjangkitnya penyakit-penyakit mematikan.
Mangkanye, bae-bae ya
>>rio10
Studi ini menunjukkan bahwa bahasa mempengaruhi tingkat cortisol yang merupakan hormon pengendali stres yang mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi akan meningkatkan stress. Menurut Kiecolt-Glaser, wanita cenderung memiliki cortisol yang lebih tinggi dibanding pria.
"Dengan tingkat cortisol tinggi (2-3 kali normal), wanita memiliki kecenderungan cerai setelah 10 tahun pernikahan," katanya. Sebenarnya hal ini masih merupakan kesimpulan kasar, tetapi percaya atau tidak, dalam studi yang dilakukan selama sepuluh tahun itu terbukti bahwa wanita dengan cortisol tinggi bisa cerai lebih dari dua kali. Hmm...
Tingkat cortisol pada pria tidak seperti yang diduga. Pria memiliki respons yang lebih lambat, lama dan pendek terhadap masalah-masalah yang diterimanya, termasuk masalah pernikahan. Mungkin karena sikapnya yang lebih cuek dibanding wanita.
Direktur Center for Relationship Therapy di Atlanta, David Woodsfellow, mengatakan bahwa masalah pernikahan memang dapat meningkatkan stres, baik pada pria maupun wanita. "Oleh sebab itu, untuk meredam masalah pernikahan, ada baiknya apabila pasangan mempertahankan komunikasi yang baik," kata Woodsfellow.
Menurutnya, setiap orang memang memiliki pandangan dan prinsip berbeda-beda, tetapi mereka harus mulai menanggalkan ego dan sifat buruk masih-masing begitu bersatu dalam ikatan pernikahan. "Setelah menikah, Anda harus rela berbagi makanan, malam, kesibukan, liburan dan ranjang! Kalau dilakukan dengan baik, hal itu dapat mengurangi beban stres," kata Woodsfellow.
Kendati urusan umur ada di tangan Tuhan, tetapi secara medis, tingkat stres yang rendah bisa mengurangi risiko terjangkitnya penyakit-penyakit mematikan.
Mangkanye, bae-bae ya
>>rio10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar